Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kabinet Indonesia Kerja saat rapat terbatas. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana tentang penambahan posisi wakil menteri di periode kedua pemerintahan Joko Widodo sudah didengungkan usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019.
Pada Agustus 2019, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto pernah mengatakan penambahan wakil menteri merupakan hal yang penting. Hasto juga menegaskan penambahan itu bukan berarti karena didasarkan bagi-bagi 'kue' kekuasaan.
"Bukan dalam konteks bagi-bagi portofolio," kata Hasto, ketika itu.
Menurut Hasto, wakil-wakil menteri yang nantinya dibentuk harus sesuai agenda strategis dan melihat tantangan yang dihadapi kementerian tersebut.Kini, tinggal hitungan hari Jokowi dilantik. Postur kabinet Jokowi-Ma'ruf belum juga dibocorkan ke publik. Namun, soal wacana penambahan Wakil Menteri diprediksi akan terealisasi.
Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kabinet Indonesia Kerja saat rapat terbatas. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana tentang penambahan posisi wakil menteri di periode kedua pemerintahan Joko Widodo sudah didengungkan usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019.
Pada Agustus 2019, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto pernah mengatakan penambahan wakil menteri merupakan hal yang penting. Hasto juga menegaskan penambahan itu bukan berarti karena didasarkan bagi-bagi 'kue' kekuasaan.
"Bukan dalam konteks bagi-bagi portofolio," kata Hasto, ketika itu.
Menurut Hasto, wakil-wakil menteri yang nantinya dibentuk harus sesuai agenda strategis dan melihat tantangan yang dihadapi kementerian tersebut.Kini, tinggal hitungan hari Jokowi dilantik. Postur kabinet Jokowi-Ma'ruf belum juga dibocorkan ke publik. Namun, soal wacana penambahan Wakil Menteri diprediksi akan terealisasi.
Pada Agustus 2019, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto pernah mengatakan penambahan wakil menteri merupakan hal yang penting. Hasto juga menegaskan penambahan itu bukan berarti karena didasarkan bagi-bagi 'kue' kekuasaan.
"Bukan dalam konteks bagi-bagi portofolio," kata Hasto, ketika itu.
Menurut Hasto, wakil-wakil menteri yang nantinya dibentuk harus sesuai agenda strategis dan melihat tantangan yang dihadapi kementerian tersebut.Kini, tinggal hitungan hari Jokowi dilantik. Postur kabinet Jokowi-Ma'ruf belum juga dibocorkan ke publik. Namun, soal wacana penambahan Wakil Menteri diprediksi akan terealisasi.
Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas berpendapat Jokowi dan PDIP bakal memperbanyak jumlah posisi wakil menteri. Dia berasumsi demikian lantaran pos wakil menteri bisa mengakomodir kebutuhan politik untuk para parpol pendukung.
"Apalagi, PDIP sedang berupaya betul menjalankan politik gotong royong. Terjemahan 'gotong royong' dalam politik adalah akomodasi dan bagi-bagi kekuasaan. Khususnya di kalangan elite. Dengan demikian, semua unsur yang terlibat mendapatkan bagian," kata Sirojuddin saat dihubungi, Senin (7/10).
Pasangan Jokowi-Ma'ruf disokong sejumlah partai politik pada Pilpres 2019 lalu. Di antaranya, PDIP, Golkar, PKB, PPP, NasDem, Hanura, Perindo, PSI, dan PKPI.
Namun, jumlah parpol yang mendukung Jokowi di pemerintahan selanjutnya bisa bertambah jika melihat dinamika yang berkembang. Salah satunya Gerindra yang sudah bertemu dengan ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi setelah Pilpres 2019.
Peluang PAN untuk bergabung juga tidak sepenuhnya tertutup. Terlebih, mereka pun memiliki riwayat pindah haluan. Pada 2014 lalu, PAN tidak mendukung Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres. Namun, PAN kemudian memutuskan untuk bergabung menjadi bagian dari pemerintahan.
Penambahan Wakil Menteri dianggap bisa menjadi jurus paling ampuh untuk mewujudkan politik gotong-royong.
Jabatan wakil menteri sebenarnya bukan barang baru, dan juga telah diatur dalam UU nomor 39 tahun 2018 tentang Kementerian Negara.
Di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2009-2014 ada 19 wakil menteri. Di masa Jokowi juga ada, yakni wakil menteri ESDM, keuangan dan luar negeri.
Sirojuddin mengatakan bahwa posisi Jokowi saat ini sama dengan SBY pada 2009. Kala itu, koalisi pemerintah begitu gemuk karena ada banyak parpol pendukung di dalamnya.
Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas berpendapat Jokowi dan PDIP bakal memperbanyak jumlah posisi wakil menteri. Dia berasumsi demikian lantaran pos wakil menteri bisa mengakomodir kebutuhan politik untuk para parpol pendukung.
"Apalagi, PDIP sedang berupaya betul menjalankan politik gotong royong. Terjemahan 'gotong royong' dalam politik adalah akomodasi dan bagi-bagi kekuasaan. Khususnya di kalangan elite. Dengan demikian, semua unsur yang terlibat mendapatkan bagian," kata Sirojuddin saat dihubungi, Senin (7/10).
Pasangan Jokowi-Ma'ruf disokong sejumlah partai politik pada Pilpres 2019 lalu. Di antaranya, PDIP, Golkar, PKB, PPP, NasDem, Hanura, Perindo, PSI, dan PKPI.
Namun, jumlah parpol yang mendukung Jokowi di pemerintahan selanjutnya bisa bertambah jika melihat dinamika yang berkembang. Salah satunya Gerindra yang sudah bertemu dengan ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi setelah Pilpres 2019.
Peluang PAN untuk bergabung juga tidak sepenuhnya tertutup. Terlebih, mereka pun memiliki riwayat pindah haluan. Pada 2014 lalu, PAN tidak mendukung Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres. Namun, PAN kemudian memutuskan untuk bergabung menjadi bagian dari pemerintahan.
Penambahan Wakil Menteri dianggap bisa menjadi jurus paling ampuh untuk mewujudkan politik gotong-royong.
Jabatan wakil menteri sebenarnya bukan barang baru, dan juga telah diatur dalam UU nomor 39 tahun 2018 tentang Kementerian Negara.
Di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2009-2014 ada 19 wakil menteri. Di masa Jokowi juga ada, yakni wakil menteri ESDM, keuangan dan luar negeri.
Sirojuddin mengatakan bahwa posisi Jokowi saat ini sama dengan SBY pada 2009. Kala itu, koalisi pemerintah begitu gemuk karena ada banyak parpol pendukung di dalamnya.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan Jokowi akan memperbanyak posisi wakil menteri seperti periode kepemimpinan SBY pada 2009-2014 lalu.
"Jika Jokowi ingin mencapai target-target yang ditetapkannya untuk 2019-2024, maka akomodasi kekuasaan melalui penciptaan posisi wakil-wakil menteri harus dipikirkan hati-hati. Malah, lebih baik dihindari," kata Sirojuddin.
Sirojuddin menganggap posisi wakil menteri tidak menjamin roda pemerintahan berjalan optimal. Tidak menjamin pula target-target yang dirancang bisa tercapai.
Dia berkaca dari masa pemerintahan SBY, ketika ada begitu banyak wakil menteri tetapi kinerja pemerintahan tetap tidak optimal.
Terkadang, ada perbedaan pendapat serius antara menteri dan wakil menteri. Akhirnya, pengambilan keputusan jadi lebih lamban.
"Belum lagi, ada kemungkinan terjadi semacam kompetisi dan perebutan pengaruh antara menteri dan wakilnya," ucap Sirojuddin.
"Jadi, penambahan posisi wakil menteri tidak otomatis membuat kinerja kementerian menjadi lebih efektif dan produktif. Malah justru memperbesar resiko ineffisiensi dan konflik," lanjutnya.
Senada, Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan tidak menutup kemungkinan posisi wakil menteri akan bertambah di periode selanjutnya.
Menurutnya, itu mungkin saja dilakukan Jokowi demi mendistribusikan kekuasaan kepada parpol pendukungnya yang begitu banyak.
"Jabatan wakil menteri itu sebenarnya antara pos untuk kalangan profesional atau partai politik. Tetapi lebih condong mengakomodir kepentingan partai politik," tuturnya.
Adi tidak ingin memosisikan dirinya setuju atau tidak setuju jika jumlah wakil menteri bertambah di periode selanjutnya. Dia hanya ingin mengingatkan bahwa wakil menteri yang begitu banyak di era SBY tidak seirama dengan peningkatan kinerja pemerintahan.
"Secara umum, dulu itu ya sama saja. Ada atau tidak ada wakil, ya sama aja. Ekonomi tetap, segitu aja. Politik, hukum memang sudah stabil karena tidak resistensi dari oposisi yang lebih lemah," kata Adi.
Andai Jokowi benar-benar menambah jumlah wakil menteri, Adi menyarankan agar benar-benar selektif. Jangan sampai ada wakil menteri yang hanya membebankan anggaran.
Dia menegaskan bahwa beban moral wakil menteri adalah untuk mempercepat atau meningkatkan kinerja pemerintahan. Bisa diisi oleh kalangan profesional mau pun kader partai politik, asalkan memiliki kapabilitas.
"Yang penting benar-benar tunduk pada Presiden. Bangun tidur pagi, laporan ke Presiden. Bukan kepada ketua umum partainya dulu," ucap Adi. sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191007124457-32-437423/politik-gotong-royong-berwujud-kursi-wakil-menteri
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan Jokowi akan memperbanyak posisi wakil menteri seperti periode kepemimpinan SBY pada 2009-2014 lalu.
"Jika Jokowi ingin mencapai target-target yang ditetapkannya untuk 2019-2024, maka akomodasi kekuasaan melalui penciptaan posisi wakil-wakil menteri harus dipikirkan hati-hati. Malah, lebih baik dihindari," kata Sirojuddin.
Sirojuddin menganggap posisi wakil menteri tidak menjamin roda pemerintahan berjalan optimal. Tidak menjamin pula target-target yang dirancang bisa tercapai.
Dia berkaca dari masa pemerintahan SBY, ketika ada begitu banyak wakil menteri tetapi kinerja pemerintahan tetap tidak optimal.
Terkadang, ada perbedaan pendapat serius antara menteri dan wakil menteri. Akhirnya, pengambilan keputusan jadi lebih lamban.
"Belum lagi, ada kemungkinan terjadi semacam kompetisi dan perebutan pengaruh antara menteri dan wakilnya," ucap Sirojuddin.
"Jadi, penambahan posisi wakil menteri tidak otomatis membuat kinerja kementerian menjadi lebih efektif dan produktif. Malah justru memperbesar resiko ineffisiensi dan konflik," lanjutnya.
Senada, Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan tidak menutup kemungkinan posisi wakil menteri akan bertambah di periode selanjutnya.
Menurutnya, itu mungkin saja dilakukan Jokowi demi mendistribusikan kekuasaan kepada parpol pendukungnya yang begitu banyak.
"Jabatan wakil menteri itu sebenarnya antara pos untuk kalangan profesional atau partai politik. Tetapi lebih condong mengakomodir kepentingan partai politik," tuturnya.
Adi tidak ingin memosisikan dirinya setuju atau tidak setuju jika jumlah wakil menteri bertambah di periode selanjutnya. Dia hanya ingin mengingatkan bahwa wakil menteri yang begitu banyak di era SBY tidak seirama dengan peningkatan kinerja pemerintahan.
"Secara umum, dulu itu ya sama saja. Ada atau tidak ada wakil, ya sama aja. Ekonomi tetap, segitu aja. Politik, hukum memang sudah stabil karena tidak resistensi dari oposisi yang lebih lemah," kata Adi.
Andai Jokowi benar-benar menambah jumlah wakil menteri, Adi menyarankan agar benar-benar selektif. Jangan sampai ada wakil menteri yang hanya membebankan anggaran.
Dia menegaskan bahwa beban moral wakil menteri adalah untuk mempercepat atau meningkatkan kinerja pemerintahan. Bisa diisi oleh kalangan profesional mau pun kader partai politik, asalkan memiliki kapabilitas.
"Yang penting benar-benar tunduk pada Presiden. Bangun tidur pagi, laporan ke Presiden. Bukan kepada ketua umum partainya dulu," ucap Adi. sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191007124457-32-437423/politik-gotong-royong-berwujud-kursi-wakil-menteri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar